Bingung Atur Cuti ART? Ini 5 Kesalahan yang Harus Dihindari

Mengatur cuti Asisten Rumah Tangga (ART) seringkali membuat majikan bingung. Di satu sisi, memberikan hak cuti adalah bentuk penghargaan atas kerja keras ART. Namun di sisi lain, jika pengaturannya terlalu longgar, bukan tidak mungkin ART menjadi kurang disiplin atau bahkan tak kembali ke rumah majikan sesuai kesepakatan. Supaya hak tetap dihormati namun sistem kerja tetap tertib, majikan perlu menghindari lima kesalahan umum ini saat mengatur cuti ART:
Tidak Menyusun Aturan cuti Secara Tertulis
Kesalahan paling mendasar adalah tidak membicarakan soal cuti sejak awal kerja. Banyak majikan merasa canggung membahas hak cuti karena takut dianggap pelit atau terlalu mengatur. Padahal, justru aturan yang disepakati sejak awal bisa menjadi dasar kepercayaan dan kenyamanan kedua belah pihak.
Majikan sebaiknya membuat perjanjian kerja tertulis yang mencantumkan hak cuti tahunan, durasi maksimal cuti dalam sekali pengambilan, dan konsekuensi jika ART kembali terlambat atau tidak memberi kabar. Dengan pedoman yang jelas, majikan lebih mudah mengatur, dan ART tahu batasan serta haknya sejak awal.
Tidak Mengarahkan Waktu Pengambilan Cuti dengan Bijak
Kesalahan berikutnya adalah membiarkan ART menentukan waktu cuti secara sepihak tanpa diskusi. Misalnya, ART tiba-tiba minta pulang kampung menjelang Lebaran, saat keluarga majikan justru butuh bantuan ekstra di rumah. Bila situasi ini tidak dikendalikan, rumah bisa kewalahan tanpa bantuan tenaga kerja.
Solusinya, arahkan waktu cuti di momen yang tidak terlalu sibuk. Diskusikan dan rencanakan jauh-jauh hari agar ART tetap bisa pulang kampung, namun rumah tetap berjalan lancar. Majikan juga bisa menetapkan periode cuti ideal, seperti setelah musim liburan atau acara keluarga besar selesai. Dengan komunikasi dua arah, kebutuhan rumah dan kebutuhan pribadi ART bisa seimbang.
Tidak Menawarkan Pilihan Cuti Diuangkan
Ada kalanya ART memilih tidak mengambil cuti karena alasan pribadi atau kebutuhan ekonomi. Namun majikan yang terlalu kaku bisa memaksa ART tetap cuti, dengan dalih “sudah haknya.” Padahal, tidak semua ART nyaman pulang kampung terlalu sering, apalagi jika harus mengeluarkan biaya sendiri.
Dalam situasi seperti ini, majikan bisa memberikan opsi “cuti diuangkan.” Artinya, jika ART tidak mengambil hak cutinya, ia bisa mendapatkan kompensasi tunai sesuai kesepakatan. Selain memberikan fleksibilitas bagi ART, langkah ini juga bisa menjaga kesinambungan pekerjaan di rumah. Namun, perlu diingat bahwa opsi ini tetap harus dicantumkan dalam kontrak kerja agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari.
Baca Artikel terkait lainnya: ART Tidak Kembali Setelah Mudik? Ini Penyebab dan Solusinya
Membiarkan ART Pulang Tanpa Tenggat Waktu yang Jelas
Salah satu keluhan umum dari majikan adalah ART yang minta izin pulang “beberapa hari” tapi kembali setelah berminggu-minggu tanpa kejelasan. Hal ini biasanya terjadi karena tidak ada batasan tegas sejak awal. Majikan mungkin hanya mengatakan, “Cepat balik ya,” tanpa menyebutkan tanggal pasti.
Padahal, cuti harus memiliki tenggat yang jelas. Misalnya, maksimal 5 hari dengan kewajiban mengonfirmasi kembali minimal 2 hari sebelum kembali bekerja. Majikan juga bisa menetapkan bahwa keterlambatan tanpa kabar selama lebih dari 3 hari dianggap mengundurkan diri. Ketegasan ini bukan soal keras hati, tapi soal profesionalisme dan menjaga stabilitas rumah tangga.
Memberikan Gaji Penuh saat Cuti, Tanpa Jaminan ART Kembali
Salah satu kesalahan fatal yang sering dilakukan majikan adalah memberikan ART gaji penuh saat ART izin pulang untuk cuti. terutama saat cuti panjang seperti pulang kampung. Niatnya baik—menghargai kerja ART dan menjaga hubungan baik. Namun, jika tidak diatur dengan tepat, ini bisa menjadi bumerang. ART yang sudah menerima gaji penuh tanpa kewajiban bisa saja tidak kembali, atau malah memutuskan berhenti tanpa pemberitahuan.
Agar tetap adil, majikan bisa menerapkan sistem potong gaji saat cuti diambil, atau hanya membayar sebagian (misalnya 50%) sebagai bentuk “tanda jadi” bahwa ART akan kembali. Sisanya bisa dibayarkan setelah ART kembali tepat waktu dan melanjutkan pekerjaan. Strategi ini membuat ART lebih bertanggung jawab atas komitmen kerja, sekaligus memberi majikan rasa aman bahwa ART tidak akan pergi begitu saja.
Di Cicana, kami bahkan menyarankan sebuah kebijakan untuk tidak menjadwalkan cuti ART di akhir bulan atau setelah ART menerima gaji. Cuti yang bijak dan aman adalah diberikan di pertengahan bulan, ini adalah waktu dimana ART belum menerima gajinya sehingga akan ada alasan ART untuk kembali bekerja setelah cuti.
Cuti ART Bisa Diatur, Tanpa Bikin ART Kabur
Mengelola cuti ART bukan soal menjadi majikan yang keras, tapi tentang menciptakan sistem kerja yang sehat dan saling menghormati. Dengan aturan yang jelas, komunikasi yang terbuka, dan strategi pemberian cuti yang tepat, Anda bisa menjaga kestabilan rumah tangga sekaligus memastikan ART tetap loyal dan bertanggung jawab.
Jika Anda butuh panduan profesional untuk menyusun aturan kerja, termasuk pengelolaan cuti dan peraturan kerja ART yang adil, Cicana siap membantu Anda! Mau tahu seperti apa kebijakan di Cicana? Ayo konsultasi sekarang dengan Follow kami di Instagram @cicana.co
Recent Comments